Sabtu, 25 Februari 2012

LAPORAN PENELITIAN EKOLOGI

EKSPLORASI KEKAYAAN SPESIES, APLIKASI AGROEKOLOGI
DAN UPAYA KONSERVASI DI KABUPATEN BREBES
(Berdasarkan Penelitian Lapangan di Telaga Ranjeng, Kaligua dan Waduk Panjalin Kecamatan Paguyangan, Brebes)
Tanggal 21 Januari 2012

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Keanekaragaman hayati merupakan salah satu potensi kekayaan sumberdaya alam hayati yang pada saat ini menjadi masalah yang sangat menarik. Hal ini dikarenakan potensi keanekaragaman hayati merupakan salah satu pendorong bagi berkembangnya bioteknologi. Kekayaan sumberdaya alam hayati ini tergolong yang dapat diperbaharui (Renewable Resources) sehingga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara terus menerus sebagai salah satu komponen aset pembangunan suatu negara. Namun banyak negara belum melihat potensi yang patut dikembangkan ini sebagai aset yang bermanfaat dan berguna bagi peningkatan ekonomi suatu negara. Karena diabaikannya dalam keikutsertaan sebagai bagian dari konsep pembangunan nasional di banyak negara, tingkat penurunan dan perusakan keanekaragaman hayati meningkat tajam. Di lain pihak, beberapa negara sudah mulai memanfaatkan keanekaragaman hayati ini. Tapi hanya sebagian kecil saja yang berhasil karena keterbatasan kemampuan yang dimilikinya seperti keterbatasan riset, teknologi yang belum memadai, dana yang belum diprioritaskan dan beberapa masalah lainnya. Keadaan ini menimbulkan keinginan negara-negara di dunia untuk meningkatkan kerjasama internasional. Tujuan kerjasama ini tidak hanya untuk memanfaatkan serta mengembangkan keanekaragaman hayati sebagai suatu kekayaan dunia, akan tetapi juga melakukan tindakan konservasi agar tidak mengalami degradasi yang cepat. Dan hal yang terpenting adalah diterapkannya konsep sustainable use yaitu penggunaan berkelanjutan terhadap sumber genetika keanekaragaman hayati ini yang akan diwariskan pada generasi mendatang.

Keanekaragaman hayati (Biodiversity) dapat dikatakan sebagai suatu variasi atau perbedaan yang ada pada organisme-organisme hidup dan lingkungan ekologi. Karena adanya variasi maka sering dikatakan sebagai jumlah jenis yang ada. Maka makin besar jumlah jenis, makin tinggi tingkat keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati juga dapat dikatakan sebagai suatu istilah yang menekankan pada semua jenis spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme juga dengan ekosistimnya dimana mereka merupakan bagian yang tak terpisahkan, termasuk jumlah dan frekuensi ekosistem, spesies dan gen yang saling berkaitan. 

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) serta dua samudera (Pasifik dan Hindia), dikaruniai keanekaragaman hayati yang amat kaya dan khas. Dalam menilai potensi keanekaragaman hayati , seringkali yang lebih banyak menjadi pusat perhatian adalah keanekaragaman jenis (spesies) karena paling mudah teramati. Sekitar 10 % dari semua jenis makhluk hidup yang pada saat ini hidup dan menghuni bumi ini terkandung pada kawasan negara Indonesia, yang luas daratannya tidak sampai sepertujuh puluh lima dari luas daratan muka bumi. Secara rinci dapat diuraikan bahwa Indonesia dengan 17.058 pulau-pulaunya mengandung 10 % dari total jenis tumbuhan berbunga di dunia, 12 % dari total mamalia di dunia, 16 % dari total reptil dan ampibia di dunia, 17 % dari total jenis burung di dunia dan 25 % atau lebih dari total jenis ikan di dunia, 2827 spesies binatang tidak bertulang belakang selain ikan air tawar, 35 spesies primata atau 18% endemik dengan urutan ke empat di dunia.

Desa Pandansari yang terletak di Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes adalah desa yang memiliki karakteristik sebagai desa potensial. Karakteristik ini didukung oleh kekayaan hayati baik flora dan faunanya, memiliki obyek-obyek wisata agro yang baik dan bisa dikembangkan menjadi agrowisata yang tidak hanya untuk wisatawan domestik tapi bisa diarahkan untuk menjadi kawasan wisata nasioanl yang potensial dengan dukungan dari berbagai elemen masyarakat dan pemerintah. Desa Pandansari menyimpan banyak potensi sumberdaya alam diantaranya adalah Telaga Ranjeng, perkebunan teh Kaligua yang sejuk dan budaya pertanian yang baik. 

Oleh karena itu mengingat betapa pentingnya pengetahuan tentang kondisi Desa Pandansari di Kecamatan Paguyangan ini maka perlu dikaji dan diteliti lebih jauh tentang kekayaan hayatinya, aplikasi agroekologi dan konservasi lahan yang dilakukan oleh masyarakat setempat melalui penelitian lapangan.

B.    Perumusan Masalah
Rumusan Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
  1. Bagaimanakah  kekayaan hayati dan estimasi karbon tersimpan di Hutan Pinus di Gunung Slamet bagian barat ?.
  2. Bagaimanakah kondisi dan aspek-aspek agroekologi didaerah agrowisata Kaligua ?.
  3. Bagaimanakah upaya konservasi tanah dan air di daerah agrowisata Kaligua ?.
  4. Bagaimanakah  ekosistem yang terdapat pada perairan telaga dengan waduk ?.

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya praktikum lapangan ekologi  adalah :
  1. Untuk mengetahui kekayaan hayati dan estimasi karbon tersimpan di Hutan Pinus di Gunung Slamet bagian barat. Dari analisa ini tujuan lebih lanjut yang akan kita dapatkan adalah pengetahuan tentang jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di hutan pinus di gunung Slamet bagian barat, rata-rata ketinggian, diameter, biomasaa dan estimasi karbon tersimpan yang terdapat di hutan pinus tersebut.
  2. Untuk mengetahui aspek agroekologi didaerah agrowisata Kaligua, tujuan lebih lanjut adalah kita dapat mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang ada, iklim mikro (humiditas, pH tanah, temperatur udara), kemiringan tanah dan aktivitas masyarakat di sekitar daerah kaligua.
  3. Untuk mengetahui upaya konservasi tanah dan air di daerah agrowisata Kaligua,  tujuan lebih lanjut dari analisa ini adalah kita dapat mengetahui informasi tentang upa-upaya konservasi tanah dan air yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan pertanian holtikultur.
  4. Untuk mengetahui perbandingan ekosistem antara perairan telaga dengan waduk, tujuan lebih lanjut adalah kita dapat mengetahui sumber air, kedalaman, kejernihan, pH, temperatur dan spesies tumbuhan dan hewan yang ditemukan disekitar telaga dan waduk.

D.    Manfaat Penelitian
  1. Dengan praktikum lapangan ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat untuk lebih jauh meneliti keberadaan daerah disekitar desa Pandansari yang memiliki potensi sebagai daerah agrowisata.
  2. Hasil praktikum lapangan ini setidaknya dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian berikutnya.

MATERI DAN METODE
A.    Materi Dan Bahan 

Alat yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah : Alat pengukur ketinggian tempat (altimeter), GPS (global position system), pengukur ph tanah, pengukur derajat keasaman  air,  pengukur ketinggia pohon (hegameter), tali rapia (untuk mengukur keliling batang pohon), meteran, kamera, ballpoint dan tabel pengamatan.

Bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang diperlukan dan terkait dengan pengumpulan data primer dan data sekunder yang akan dilakukan. Data Primer didapat dari pengukuran secara langsung atau hasil survei yang dilakukan terhadap kondisi telaga ranjeng, kondisi lahan dan petani yang terdapat di Lokasi studi. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga yang menangani dlm hal ini adalah perhutani. Data tersebut meliputi data luas dan volume telaga ranjeng dan waduk panjalin. 

B.    Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan pengukuran. Observasi digunakan untuk mengamati vegetasi dan hewan yang hidup disekitar telaga renjeng, mengamati aktivitas masyarakat setempat,  wawancara digunakan untuk mengetahui aktivitas fisik harian penduduk yang berkaitan dengan pekerjaan, budaya dan upaya pelestarian lingkungan warga sekitar, metode pngukuran digunakan untuk mengukur kondisi fisik tempat  penelitian seperti areal hutan pinus,  telaga ranjeng dan waduk panjalin yang meliputi : ph air dan tanah, ketinggian tempat, letak lintang dan bujur lokasi penelitian, ketinggian pohon, keliling batang pohon, tingkat kejernihan air telaga, waduk dan sebagainya.

C.    Analisa Data
Data dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif.  Analisa Data kuantitatif digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari pengukuran, sedangkan data kualitatif seperti aktivitas penduduk setempat dianalisa secara kualitatif deskriptif.

PEMBAHASAN
A.    Karakteristik Daerah Penelitian
1.    Kabupaten Brebes

Brebes adalah sebuah kabupaten dengan jumlah penduduknya paling banyak di Jawa Tengah yang mayoritas menggunakan Bahasa Jawa khas Brebes. Ada juga penduduk di sebagian desa dan kecamatan yang menggunakan Bahasa khas Sunda Brebes. Sebagian besar wilayah Brebes adalah dataran rendah, dengan dataran tinggi di bagian barat daya (Gunung Pojoktiga dan Gunung Kumbang), dan di bagian tenggara terdapat daerah pegunungan yang merupakan bagian dari Gunung Slamet. Kabupaten Brebes berbatasan dengan Laut Jawa di Utara, dengan Kabupaten Cilacap dan Banyumas di Selatan, dengan Kabupaten Cirebon dan Kuningan di Barat, serta Kabupaten Tegal dan Kota Tegal di sebelah Timur. 

Letak geografis Kabupaten Brebes berada di antara 108" 41" 37" BT - 109" 11" 29" BT dan 6"44"56,5" LS - 7"20"51,48" LS dengan jarak terjauh utara selatan 59 kilometer dan barat timur 50 kilometer. Wilayah adiminstrasi Kabupaten Brebes terbagi menjadi 17 kecamatan terdiri atas 292 desa dan lima kelurahan dengan luas wilayah 166,117 hektare yang terdiri atas lima kecamatan merupakan wilayah pantai, sembilan kecamatan dataran rendah, dan tiga kecamatan dataran tinggi atau perbukitan. Dengan jumlah penduduk sekitar 1.800.000 jiwa, daerah ini bukan saja merupakan pasar potensial untuk pemasaran beragam produk, melainkan juga sebagai salah satu pilihan tempat untuk investasi. Lokasinya yang strategis dan keberadaan kondisi stabilitas keamanan, sosial, dan politik yang relatif kondusif menjadi nilai tambah bagi kabupaten Brebes.

2.    Potensi Di Desa Pandansari Kecamatan Paguyangan
Pandansari adalah desa di kecamatan Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah, Indonesia. Desa ini berada di sekitar 14 kilometer arah timur dari pusat pemerintah kecamatan. Mayoritas penduduk desa Pandansari bekerja di sektor pertanian, yakni sayur mayur. Produk sayur mayur seperti wortel, kentang, kobis dipasarkan ke berbagai wilayah antara lain Banyumas dan Jakarta. Selain itu, sebagian warga lainnya bekerja sebagai buruh pemetik teh di kebun teh kaligua yang dikelola oleh PTPN IX Jateng.

Selain pertanian, potensi peternakan juga cukup berkembang di desa yang berada di lereng gunung Slamet itu. Antara lain ternak yang dikembangkan, Domba Texel dan Sapi Peranakan Ongol (PO). Populasi Domba Texel saat ini berkisar 500 ekor, sementara untuk sapi PO tidak lebih dari 50 ekor karena baru dikembangkan mulai pertengahan 2009. Selain sektor pertanian dan peternakan, Desa Pandansari memiliki potensi wisata yang luar biasa. Antara lain Agrowisata Kebun Teh Kaligua dan Telaga Ranjeng. Lokasinya dapat ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan dengan kondisi jalan beraspal hotmik.

Pemerintah Kabupaten Brebes saat ini telah mengembangkan Desa Wisata Pandansari yang terletak di Kecamatan Paguyangan sebagai obyek tujuan wisata baru. Pengembangan desa wisata ini sejalan dengan potensi kawasan yang memiliki produk-produk unggulan baik pertanian maupun peternakan. Pengembangan Desa Wisata Pandansari diarahkan pada pengembangan kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya : atraksi pertanian hortikultura dan peternakan, akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya. 

Selanjutnya memperkaya Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Desa Wisata Pandansari, berbagai peningkatan fasilitas dan kegiatan yang direncanakan antara lain :
  1. Eco-lodge : Renovasi homestay agar memenuhi persyaratan akomodasi wisatawan, atau membangun guest house berupa,    bamboo house, traditional house, log house, dan lain sebagainya.
  2. Eco-recreation : Kegiatan pertanian, pertunjukan kesenian lokal, memancing ikan di kolam, jalan-jalan di desa (hiking), biking di desa dan lain sebagainya.
  3. Eco-education : Mendidik wisatawan mengenai pendidikan lingkungan dan memperkenalkan flora dan fauna yang ada di desa yang bersangkutan.
  4. Eco-research  : Meneliti flora dan fauna yang ada di desa, dan mengembangkan produk yang dihasilkan di desa, serta meneliti
  5. Keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakat di desa dan sebagainya.
  6. Eco-development  : Menanam jenis-jenis pohon yang buahnya untuk makanan burung atau binatang liar, tanaman hias, tanaman obat, dan lain-lain agar bertambah populasinya.
  7. Pengembangan desa wisata di Desa Pandansari juga diharapkan menjadi daya dukung objek wisata Kebun Teh Kaligua, yang terletak di wilayah tersebut.

3.    Lokasi Penelitian
a.    Telaga Ranjeng

Telaga Ranjeng, atau biasa juga diucapkan telaga renjeng berlokasi di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Telaga Ranjeng merupakan objek wisata air potensial di kabupaten Brebes. Telaga Ranjeng yang dibangun tahun 1924, berada di bawah kaki Gunung Slamet dan merupakan bagian dari kawasan cagar alam milik Perhutani Pekalongan Timur. Cagar alam tersebut memiliki luas empat puluh delapan setengah hektar terdiri dari hutan damar dan pinus yang mengelilingi telaga, yang sebelumnya merupakan tempat mandi para tokoh kerajaan di Jawa.

Kawasan Telaga Ranjeng secara administratif masuk dalam wilayah Desa Pandansari, Keamatan paguyangan, Kabupaten Brebes. Secara geografis terletak antara 108o41’38,7’’ BT-109o11’28,92’’ BT dan 6o44’56,50’’ LS-7o20’51,48’’ LS. Kawasan yang memiliki luas kurang lebih 30 ha ini ditetapkan menjadi kawasan cagar alam berdasarkan SK Gubernur Belanda Nomo 25 Tanggal 11 januari 1925 dan SK Menteri kehutanan Nomor 359/Menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004. Cagar alam ini dikelilingi kawasan hutan Perum Perhutani Resort Pemangkuan Hutan Kalikidang, BKPH Kretek, KPH Pekalongan Barat. Daya tarik dari Telaga Ranjeng adalah udara pegunungan yang sejuk, hutan lindung, cagar alam, serta terdapat beribu-ribu ikan lele yang jinak dan dianggap keramat, yang dianggap sebagai penghuni telaga. Konon ikan lele penunggu Telaga Ranjeng yang memiliki kedalaman tiga meter, hanya bisa diajak bermain-main dan tidak diperkenankan untuk diambil meski hanya satu ekor.

b.    Obyek Wisata Agro Kaligua

Perkebunan teh Kaligua merupakan kawasan wisata agro dataran tinggi yang terletak di Kaligua Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Tepatnya di wilayah Brebes bagian Selatan. Wisata agro Kaligua dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah dan merupakan diversifikasi usaha untuk meningkatkan optimalisasi aset perusahaan dengan daya dukung potensi alam yang indah. Hasil pengolahan perkebunan teh Kaligua adalah berupa produk hilir teh hitam (black tea) dengan merk “Kaligua” dalam kemasan teh celup dan serbuk.

 Lokasi wisata agro Kaligua terletak sekitar 10 kilometer dari arah kota Kecamatan Paguyangan, atau sekitar 15 kilometer dari Bumiayu. Jalur transportasi dapat ditempuh melalui jalur utara melalui Brebes atau Tegal-Bumiayu-Kaligua, Cirebon-Bumiayu-Kaligua, dan jalur selatan melalui Purwokerto-Paguyangan-Kaligua. Jalur tersebut dilewati jalan utama Tegal-Purwokerto, tepat masuk lewat pertigaan Kaligua, Kretek dan perjalanan mulai berkelok-kelok, dan naik-turun.

Perkebunan teh Kaligua berada pada ketinggian 1200-2050 m dpl. Kondisi udara sangat dingin, berkisar  8°-22° C pada musim penghujan dan mencapai 4°-12° C pada musim kemarau. Jadi tidak heran kalau wilayah perkebunan teh ini hampir selalu diselimuti kabut tebal. Perkebunan teh tersebut terletak di lereng barat Gunung Slamet (3432 m dpl) yang merupakan gunung tertinggi kedua di pulau jawa setelah Gunung Semeru. Dari salah satu tempat di perkebunan teh Kaligua kita dapat menikmati keindahan puncak gunung Slamet dari dekat, yaitu puncak Sakub. 

Perkebunan teh Kaligua meru-pakan warisan pemerintah kolonial Belanda. Pabrik dibangun pada tahun 1889 untuk memproses langsung hasil perkebunan menjadi teh hitam. Kebun ini dikelola oleh warga Belanda bernama Van De Jong dengan nama perusahaan Belanda John Fan & Pletnu yang mewakili NV Culture Onderneming. Sebagai penghargaan makam Van De Jong masih terawat sampai saat ini di lokasi kebun Kaligua.

Kawasan wisata agro Kaligua memberikan banyak pilihan untuk wisata. Sebab, terdapat beberapa situs wisata menarik yang berada di seputaran Kaligua. misalnya Gua Jepang, Tuk Benih, Gua Angin, Makam Pendiri kebun Van De Jong. Beberapa vila milik perkebunan bisa dimanfaatkan oleh pengunjung yang ingin bermalam. Kawasan perkebunan teh Kaligua, selain menarik untuk sarana wisata keluarga, juga sangat cocok untuk refreshing bagi orang kota yang setiap hari disibukkan oleh rutinitas kerja. Untuk melayani wisatawan, pihak perkebunan menyediakan fasilitas homestay  (penginapan) yang cukup baik.

c.    Waduk Panjalin

Waduk Penjalin. Objek Wisata Waduk Penjalin adalah sebuah bendungan yang dibangun tahun 1930 semasa penjajahan Belanda bersamaan dengan Waduk Malahayu di Brebes Bagian Utara. Waduk ini memiliki luas 1,25 m2 dan isi 9,5 Juta m3.

Waduk penjalin yang berada di Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan merupakan salah satu aset pariwisata di Brebes selatan yang  memiliki potensi baik untuk dijadikan wisata air. Waduk seluas lebih kurang 125 ha, yang berada 12 kilometer dari Kecamatan Bumiayu sangat tepat di jadikan sarana berlibur. Waduk Penjalin telah berdiri waktu zaman kemerdekaan. Menurut sejarah, waduk itu dibangun pada masa penjajahan Belanda. Dari waduk itu selanjutnya menyebar menjadi jaringan pengairan yang mengaliri puluhan hektare lahan pertanian warga sekitar. Warga sekitar memanfaatkan kekayaan alam sekitar waduk sebagai tempat mencari nafkah, antara lain mencari ikan, memelihara keramba apung, dan pada saat Lebaran warga menyewakan perahu untuk rekreasi air keliling waduk. Sekarang, waduk itu banyak dimanfaatkan warga kota untuk berlibur dan bersantai.

4.    Keaneragaman Spesies, Agroekologi dan Konservasi Lahan Pertanian Di Desa Padansari, Paguyangan, Brebes
a.    Keaneragaman Spesies
Telaga Ranjeng yang terletak di Desa Pandansari, kecamatan Paguyangan, kabupaten Brebes memiliki keanekaragaman hayati yag cukup tinggi. Telaga Ranjeng mempunyai tipe ekosistem  hutan hujan tropika pegunungan tinggi dan tipe ekosistem perairan berupa telaga. Jenis flora ng terdapat di kawasan ini diantaranya Quercus spp (pasang), Lithocorpus spp, Cinamommum sp (manis keningar), Pinus Mercusi (pinus)dan yang paling sering dijumpai adalah Engeihardila spicata (Ki hujan) dengan bunga dan buah yang menggantung ke bawah. Sedangka vegetasi yag menutupi lantai hutan diantaranya Centella asatica (antanan), Eupatorium sp (jaka tua), Curtilago latifolia (nyangku), Lantana camara (tembelekan). Berdasarkan pengamatan dan catatan data sekunder BKSDA Provinsi Jawa Tengah terdapat 40 spesies tumbuhan yag terdiri dari 36 spesies yang diketahui nama daerah dan latinnya dan 4 spesies yang hanya diketahui nama daerahnya yaitu : bancetan, gembleb, kayu putihan dan kemiri sepet (Yuniarso Amirudin, 2012 : 38).

Kawasan Telaga Ranjeng juga memiliki kekayaan flora berupa tumbuhan bawah. Setidaknya terdapat 5 spesies tumbuhan bawah berupa rumput yang hanya diketahui nama daerahnya yaitu cendet, cengkoba, jayan, rendeh dan semangkung (Yuniarso Amirudin, 2012 : 38). Telaga ranjeng juga memiliki kekayaan flora lain yaitu tanaman anggrek. Berdasarkan tempat tumbuhnya dikawasan Telaga Ranjeng terdapat 2 macam anggrek yaitu anggrek epipit yang tumbuh menempel di pepohonan dan anggrek tanah. Seluruhnya terdiri dari 27 spesies dari 16 suku (Yuniarso Amirudin, 2012 : 39).

Selain kekayaan hayati dalam bentuk flora, kawasan Telaga Ranjeng juga memiliki kekayaan satwa. Berdasarkan hasil pengamatan diketemukan ada 23 jenis fauna yang berada di kawasan Telaga Ranjeng yang terdiri dari 20 jenis terestrial dan 3 fauna akuatik. Dari keseluruhan fauna tersebut 3 diantaranya telah dilindungi diantaranya Bangau Hitam (ciconia episcopus), Burung Elang Bido (spilornis cheela) dan burung Sesap Madu (Fam. Melliphagidae). Hanya 1 mamalia yag tidak dilindungi oleh Undang-undang yaitu Bajing (sundasciurus spp). Terdapat 16 jenis burung yaitu burung bubut, ciblek, cici goci, gelatik batu, burung hantu, kacer, kutilang, pleci, plentet, prenjak, burung puyuh, siung, burung sriti, tengkek dan ayam hutan. Sedangkan spesies aquatik diantaranya adalah lele, wader dan ikan mas (Yuniarso Amirudin, 2012 : 42)

b.    Aplikasi Agroekologi Di Desa Pandansari
Pada prinsipnya konsep agroekologi adalah upaya ekologis untuk mempertemukan kondisi ekologis sumberdaya dengan kondisi ekologis manusia guna mendapatkan manfaat optimal dalam jangka panjang. Kegiatan yang digarap dalam kaitan ini antara lain adalah dalam pilar-pilar berupa agroekosistem, agribisnis, agroindustry, agroforestry, hutan tanaman industri (industrial forest plantation), silvofishery, ekosistem Daerah Aliran Sungai dan ekosistem hutan.

Dalam praktek di lapangan konsep agroekologi adalah upaya mencari bentuk pengelolaan sumberdaya lahan permanen, baik dalam satu komoditi maupun kombinasi antara komoditi pertanian dan kehutanan dan atau peternakan/perikanan secara simultan atau secara bergantian pada unit lahan yang sama dan bertujuan untuk mendapatkan produktivitas optimal, lestari dan serbaguna, dan memperbaiki kondisi lahan atau lingkungan. Dengan demikian konsep ini mencakup aspek struktur ekosistem (structural attribute of ecosystem), yaitu jenis dan susunan tanaman/komoditasnya; fungsi ekosistem (functional attribute of ecosystem) yaitu produktivitas, kelestarian dan perbaikan lahan/lingkungan hidup; dan yang tak kalah penting yaitu kelembagaan, tenaga kerja, teknik pengelolaan dan sosial ekonomi. Kerangka ini akan semakin luas lagi jika diingat bahwa pelaksana agroekologi adalah petani, perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara dan pemerintah/dinas terkait.

Penerapan agroekologi berbasis pada ekologi dan berkonsep pada keberlanjutan hasil pertanian, lingkungan dan ekologinya. Sistem pertanian ini merupakan sistem pertanian mendatang karena dapat menjadi alternatif solusi mengatasi krisis pangan. Agroekologi memberikan pengetahuan dan metode yang dibutukan untuk pembangunan pertanian yang ramah lingkungan produktivitas dan menguntungkan secara ekonomi.

Bentuk penerapan agroekologi (aplikasi agroekologi) sangat beragam tergantung pada sumberdaya lokal. Contoh di negara-negara Afrika menggunakan sistem polikultur. Di Meksiko menggunakan pertanian organik dengan pengaturan perputaran waktu panen, penggunaan pupuk organik dan irigasi yang bersih. Strategi lain dari aplikasi agroekologi yaitu sistem agroforestry. Agroforestry adalah suatu sistem pengolahan lahan yang berasaskan kelestarian yang dapat meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan dengan mengkombinasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman hutan secara bersama-sama pada lahan yang sama. Pertanian ini juga merupakan pengelolaan lahan yang disesuaikan dengan budaya setempat.

Penerapan agroekologi di Indonesia pada umumnya lebih cenderung kepada pertanian tradisional yang bersumbe dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai, menjamin dan melindungi kelestarian alam untuk mewujudkan budaya pertanian. Penerapan agroekologi juga memiliki manfaat ekonomi yang bagus karena pertanian ini dapat meningkatkan produktivitas petani dengan meminimalisasi input eksternal yang berimplikasi pada pengurangan biaya produksi.

Berdasarkan pengamatan di lapangan pada lahan-lahan pertanian di Desa Pandansari Kecamatan paguyangan dapat disimpulkan bahwa aplikasi agroekologi dengan menggunakan sistem agrforestry dimana pengolahan lahan dengan mengkombinasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman hutan secara bersama-sama pada lahan yang sama. Sebagian besar tanaman yang dibudidaya adalah tanaman sayur-sayuran yang dikombinasikan dengan tanaman pinus.

c.     Konservasi Lahan Pertanian Di Daerah Penelitian
Konservasi lahan dalan kajian ini adalah konservasi tanah dan air. Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Mengingat tanah dan air merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan suatu lahan, sehingga dalam pengertian ini juga termasuk konservasi air. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau (Arsyad, 2006).


Konservasi tanah adalah segala upaya yang ditujukan untuk mencegah kerusakan tanah. Pencegahan kerusakan tanah terutama akibat erosi dilakukan dengan cara menurunkan kekuatan perusak, dalam hal ini air hujan, serta memperbaiki kedaan tanah sehingga memiliki daya tahan yang tinggi terhadap erosi. Butiran air hujan jatuh yang dapat menimbulkan tumbukan ke atas permukaan tanah dikurangi kekuatannya dengan cara menutup tanah yang terbuka dengan tanaman atau sisa-sisa tanaman. Air yang mengalir di atas permukaan tanah diusahakan sedikit mungkin dan sebagian besar diusahakan masuk ke tanah bagian dalam. Dengan kata lain, daya menyerap air dari tanah harus diperbesar. 

Pada dasarnya ada tiga (3) metoda konservasi tanah yang dapat dilakukan, yaitu metoda agronomi atau vegetatif, metoda mekanik, dan metoda kimia. Dua metoda pertama lebih banyak diaplikasikan dan prospektif diterapkan di Indonesia. Metoda ketiga tampaknya perlu biaya besar dan sebagian besar masih dalam tataran penelitian. Konservasi tanah dengan metoda agronomi atau vegetatif adalah pemanfaatan tanaman serta sisa-sisa tanaman untuk menurunkan daya rusak air, baik itu air hujan yang jatuh maupun aliran permukaan. Menurut Arsyad (1989) metoda vegetatif meliputi : Penanaman tanaman yang terus menerus tanpa membiarkan lahan terbuka, penanaman tanaman dalam lajur atau strip, pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah, sistem pertanian hutan (agroforestry), pemanfaatan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa dan penambahan bahan organik, dan penanaman rumput pada saluran-saluran air. Metoda mekanik merupakan perlakuan fisik terhadap tanah guna menurunkan daya rusak aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah untuk budidaya tanaman. Metoda ini dapat memperlambat laju aliran permukaan, menampung air dan menyalurkannya dengan gaya yang tidak merusak, memperbesar kemampuan tanah menyerap air, memperbaiki aerasi dan permeabilitas, serta membantu penyediaan air bagi tanaman (Arsyad, 1989). Metoda mekanik meliputi : pengolahan tanah minimum, pengolahan tanah menurut garis kontur, pembuatan guludan menurut kontur, pembuatan teras, dam, rorak, tanggul, serta perbaikan drainase dan irigasi. Cara kimia didasarkan pada usaha terencana menambahkan bahan-bahan kimia ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat tanah. Dengan kata lain, merupakan usaha pemantapan tanah (soil conditioning) dalam rangka memperbaiki, memulihkan keadaan sifat fisik tanah dengan menggunakan bahan-bahan kimia (bahan pemantap tanah). Pemakaian bahan pemantap tanah ini harus dengan perhitungan yang tepat dan matang karena pemakaian yang salah akan lebih merusak keadaan, menimbulkan keracunan pada tanaman dan beberapa akibat lainnya yang akan merugikan para petani termasuk biaya aplikasi yang sangat besar. Lebih merusak keadaan artinya tanah menjadi lebih peka terhadap pengikisan dan penghanyutan yang akibatnya pertumbuhan tanamanpun akan banyak mendapat gangguan (Kartasapoetra, 1998). 

Dua manfaat utama pertanian konservasi dibandingkan dengan teknik pertanian lain, yaitu input tenaga kerja yang rendah dan penggunaan proses ekologis alamiah secara efektif. Pertanian konservasi memanfaatkan proses ekologis alami untuk mempertahankan kelembaban, meningkatkan kesuburan tanah, memperkuat struktur tanah, dan mengurangi erosi serta keberadaan hama penyakit. Hal itu dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan meminimalkan gangguan pada tanah, menyimpan sisa tanaman, dan rotasi tanaman. Pembajakan dan pembakaran mengganggu tanah dan biota kecil yang hidup di dalamnya. Sebaliknya, pertanian konservasi sangat sedikit mengganggu tanah, memberi kesempatan flora dan fauna tanah yang ada untuk tumbuh subur secara alami. Flora dan fauna tanah tersebut akan membusukkan sisa tanaman yang dijadikan penutup tanah oleh petani, sehingga menambah nutrisi pada tanah dan meningkatkan struktur humus tanah. Selain itu, pertanian konservasi mampu memanfaatkan hujan dengan lebih baik sebab tanah yang ditutupi oleh sisa tanaman akan menyerap lebih banyak air hujan dan mengalami lebih sedikit penguapan. Saat curah hujan rendah, lahan akan menangkap kelembaban yang ada di udara. Penutupan tanah juga mengurangi kikisan air, yang jika dipadukan dengan struktur tanah yang telah diolah, akan mampu mengurangi erosi tanah dari air dan angin. Akhirnya, rotasi tanaman mendapat keuntungan dari proses ekologis alamiah melalui kacaunya siklus hama penyakit, dan pemakaian tanaman polong-polongan untuk mengikat nitrogen di dalam tanah. Dalam jangka panjang, pertanian konservasi yang memanfaatkan proses ekologis alami mengurangi pemakaian pupuk dan pestisida oleh petani sehingga mendukung pendekatan penggunaan input luar rendah.

Berdasarkan observasi dan pengamatan di lapangan dan berdarkan kajian di atas dapat disimpulkan bahwa pertanian holtikultura di daerah penelitian yaitu di desa Pandansari, paguyangan menggunakan teknik konservasi vegetatif. Hal itu dibuktikan dengan tidak dijumpainya konservasi dengan sistem mekanik pada lahan pertanian-pertanian mereka dalam bentuk teras, sistem penanaman sayur sayuran dan tanaman holtikulur mengikuti arah kontur dengan tanaman tumpangsari. Ciri-ciri lain dalam konservasi sistem vegetatif adalah penanaman tanaman dilakukan secara terus menerus tanpa membiarkan lahan terbuka, penanaman tanaman dalam lajur atau strip, pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah, sistem pertanian hutan (agroforestry), pemanfaatan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa dan penambahan bahan organik, dan penanaman rumput pada saluran-saluran air.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
B.    Hasil Pengukuran Data Penelitian
1.    Estimasi Karbon Tersimpan dan Kekayaan Hayati
a.    Kekayaan Hayati
-    Spesies tumbuhan yang ditemukan adalah pinus, teh, pisang, kopi, cengkeh.
-    Spesies hewan yang ditemukan adalah musang, semut, jangkrik, capung.
b.    Estimasi Karbon
Adalah menghitung volume batang pinus carva. Adapun hasil pengukuran tinggi dan keliling batang pohon setinggi dada adalah :
-    Pohon pertama
Tinggi     : 14 m
Keliling     : 76 cm, jadi jari-jarinya adalah : 76/ 2 = 12 cm
Jadi volumenya adalah          . r2 . t
    =     3,14 (0,12)2 . 14
    =     0,63 m3
-    Pohon Kedua
Tinggi     :     16 m
Keliling     :     76 cm, jadi jari-jarinya (r) = 76/2 =
        76/2.3,14 = 12 cm
Jadi volumenya adalah           . r2 . t
    =     3,14 . (0,12)2 . 16
    =     0,72 m3
-    Pohon Ketiga
Tinggi     :     16 m
Keliling     :     85 cm, jadi jari-jarinya (r) = 85/2 = 85/2.3,14 =
        13,53 cm
Jadi volumenya adalah           . r2 . t
    =     3,14 . (0,135)2 . 16
    =     0,92 m3

Jadi volume rata-rata pohon adalah = (0,63m3 + 0,72m3 +0,92m3)/3
            = 0,76 m3

Jadi estimasi jumlah volume total batang pohon (biomassa) =
Jumlah total pohon x Rata-rata volume per pohon
=     112 pohon x 0,76 m3/pohon
=     85,12 m3
Sehingga estimasi karbon yang tersimpan =
    0,46 x Biomassa
=     0,46 x 85,12
=     39,155 m3
Karena luasan area hutan yang diukur seluas (20 x 120) m2
=     2400
=     0,24 Ha
Jadi potensi karbon tersimpan di area hutan yang diukur
39,155 : 0,24
=     163,15 m3/ Ha

2.    Analisa Aspek Agro Ekologi di Kaligua
a.    Jenis tumbuhan yang ditemukan
Yaitu pohon pinus carva, holtikultutalnya antara lain pisang, waluh, teh, talas, alang-alang, wortel.
b.    Iklim Mikro
Suhu     :     21,5o C
Kelembaban     :     67%
c.    Kemiringan lereng
Berkisar antara 45% sampai dengan 58% atau 24o sampai dengan 30o. Apabila diklasifikasikan kemiringan lereng maka areal pengukuran termasuk curam.
d.    Dari hasil wawancara dengan pemetik teh di Agrowisata Kaligua, diperoleh data primer sebagai berikut :
Pekerja pada PT. Nusantara yang bergerak pada perusahaan teh kaligoa yang bekerja sebagai pemetik teh terdiri dari 2 kategori yaitu :
1.    Buruh harian lepas
2.    Buruh tetap dari PTPN IX
Untuk buruh Harian Lepas, Rp 27.000 per hari. Sedangkan untuk Buruh Tetap sebesar Rp 24.500 per hari ditambah dengan insentif mingguan dan fasilitas kesehatan. Buruh tersebut efektif bekerja mulai 06.30 sampai dengan 13.30.
3.    Telaga Ranjeng
Kawasan Telaga Ranjeng secara administratif masuk dalam wilayah Desa Pandansari, Keamatan paguyangan, Kabupaten Brebes. Secara geografis terletak antara 108o41’38,7’’ BT-109o11’28,92’’ BT dan 6o44’56,50’’ LS-7o20’51,48’’ LS.
-    Suhu udara     :     25,5o C
-    Kelembaban udara     :     59%
-    Ketinggian tempat     :     1538 mdpal
-    pH air     :     5,2
-    Kejernihan     :     90 cm
4.    Waduk
Waduk Penjalin terletak di Desa Winduaji Kecamatan Paguyangan Kab. Brebes. Merupakan waduk yang sumber airnya berasal dari sungai Pemali dan outletnya sungan Penjalin kapasitas waduk sebesar 9,5 juta m3 yang membentang seluas 1,25 km2.
a.    Titik Pertama
-    Kedalaman     :     1,3 – 1,5 cm
-    Kejernihan     :     1,40 m
-    Temperatur     :     28o C
-    pH     :     6
b.    Titik Kedua
-    Kejernihan     :     1,4 m
-    Kedalaman     :     10,3 m
-    Temperatur     :     28o C
-    pH     :     6
c.    Titik Ketiga
-    Kejernihan     :     1,55 m
-    Kedalaman     :     12,7 m
-    Temperatur     :     28o C
-    pH     :     6
d.    Titik Keempat
-    Kejernihan     :     1,65 m
-    Kedalaman     :     13,5 m
-    Temperatur     :     28o C
-    pH     :     6
Spesies tumbuhan dan hewan yang ditemukan di Telaga Ranjeng dan Waduk Penjalin.
a.    Telaga Ranjeng
-    Spesies Tumbuhan
1.    Pinus Carva
2.    Lamdaru
Tumbuhan dan holtikultural yang ditemukan yaitu wortel, kubis, waluh, kentang, pisang dan semak-semak.
-    Spesies Hewan
Yang ditemukan ikan lele, ikan mas, ikan kalper, burung terkukur, burung cucak rowo, ular pyton, ular sanca.
b.    Waduk Penjalin
-    Spesies tumbuhan
Yang ditemukan yaitu ganggang.
-    Spesies hewan
Yang ditemukan yaitu ikan betutu, ikan mujahir, ikan nila.

PENUTUP
Telaga Ranjeng yang terletak di Desa Pandansari, kecamatan Paguyangan, kabupaten Brebes memiliki keanekaragaman hayati yag cukup tinggi. Telaga Ranjeng mempunyai tipe ekosistem  hutan hujan tropika pegunungan tinggi dan tipe ekosistem perairan berupa telaga. Selain kekayaan hayati dalam bentuk flora, kawasan Telaga Ranjeng juga memiliki kekayaan satwa. Berdasarkan hasil pengamatan diketemukan ada 23 jenis fauna yang berada di kawasan Telaga Ranjeng yang terdiri dari 20 jenis terestrial dan 3 fauna akuatik.

Agroekologi adalah upaya ekologis untuk mempertemukan kondisi ekologis sumberdaya dengan kondisi ekologis manusia guna mendapatkan manfaat optimal dalam jangka panjang. Kegiatan yang digarap dalam kaitan ini antara lain adalah dalam pilar-pilar berupa agroekosistem, agribisnis, agroindustry, agroforestry, hutan tanaman industri (industrial forest plantation), silvofishery, ekosistem Daerah Aliran Sungai dan ekosistem hutan. Salah satu strategi dari aplikasi agroekologi yaitu sistem agroforestry. Agroforestry adalah suatu sistem pengolahan lahan yang berasaskan kelestarian yang dapat meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan dengan mengkombinasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman hutan secara bersama-sama pada lahan yang sama. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada lahan-lahan pertanian di Desa Pandansari Kecamatan paguyangan dapat disimpulkan bahwa aplikasi agroekologi dengan menggunakan sistem agroforestry dimana pengolahan lahan dengan mengkombinasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman hutan secara bersama-sama pada lahan yang sama. Sebagian besar tanaman yang dibudidaya adalah tanaman sayur-sayuran yang dikombinasikan dengan tanaman pinus.

Upaya konservasi lahan yang dilakukan di Desa Pandansari Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes adalah teknik konservasi vegetatif. Hal itu dibuktikan dengan tidak dijumpainya konservasi dengan sistem mekanik pada lahan pertanian-pertanian mereka dalam bentuk teras, sistem penanaman sayur sayuran dan tanaman holtikulur mengikuti arah kontur dengan tanaman tumpangsari. Ciri-ciri lain dalam konservasi sistem vegetatif adalah penanaman tanaman dilakukan secara terus menerus tanpa membiarkan lahan terbuka, penanaman tanaman dalam lajur atau strip, pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah, sistem pertanian hutan (agroforestry), pemanfaatan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa dan penambahan bahan organik, dan penanaman rumput pada saluran-saluran air.


PUSTAKA

Dani Ratmoko dkk.2011. Agroekologi Sebagai Solusi Kesejahteraan Petani Indonesia. IPB Bogor.

Yuniarso Amirudin. 2012. Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Telaga Ranjeng Kabupaten Brebes. Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana. Universitas Jenderal Soedirman.
http//: johansyah.blogger.com. Kajian Pola Konservasi Lahan Menuju Sistem Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Kutai Kartanegara. 15 Juni 2011.

http//: wikipedia. Desa Pandansari
http//: wikipedia. Kecamatan Paguyangan
http//: wikipedia. Obyek wisata di Brebes Selatan
http//: senzho & setzha.blogger.com. Menikmati Kesejukan Perkebunan Teh Kaligua Paguyangan Bumiayu.18 januari 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar